ASKESIS
By: Suryadi Director of Education Apenso Indonesia
Inti dari disiplin hasrat terletak pada satu kata Yunani, yaitu askesis. Askesis secara sederhana, berarti latihan atau tepatnya mengoptimalkan berbagai daya kemampuan diri dengan melatihnya. Melatih dan menempa diri, itulah Askesis. Apa yang dilatih, ditempa tidak lain adalah kemampuan untuk mengenali, membaca, dan menetapkan batas. Batas yang hendak dikenali, dibaca, dan ditetapkan itu tidak lain adalah batas hasrat-hasrat alamiah dalam diri setiap manusia yang cenderung melebar meluas sampai tak terbatas.
Dengan melakukan askesis, seseorang masuk ke dalam dirinya sendiri. Dengan masuk ke dalam dirinya sendiri ia menemukan bahwa internalitas batinnya tak ubahnya seperti pulau kecil di tengah samudra tanpa batas yang ganas ombaknya terus mengikis pulau itu perlahan-lahan. Samudra tanpa batas itu adalah hasrat manusia itu sendiri. Pulau kecil di tengahnya tak lain adalah jiwa manusia. Sebagaimana samudra luas, dunia eksternal adalah juga realitas yang tanpa batas tempat segala kemungkinan dimungkinkan. Sebagaimana ombak samudra, semakin luas samudra itu maka semakin ganas pula gulungan ombaknya.
Demikian juga hasrat, semakin ia lekat menghasrati luasnya realitas yang menarik dan mengasyikkan bagi dirinya, maka semakin kencang dan ganas pula gerak hasrat itu. Di tengah jiwa yang terdeterminasi oleh eksternalitas dunia dan infinitas hasrat, seseorang yang masuk ke dalam dirinya sendiri menyadari bahwa ia memiliki dua pilihan, yaitu: ia dapat membiarkan pulau kecil itu terkikis musnah, atau ia dapat merawat/ menyelamatkannya dan menetapkan batas dengan membangun benteng pertahanan di sekitarnya. Dengan masuk ke dalam dirinya, seseorang memahami bahwa pulau kecil di tengah samudra itu adalah satu-satunya wilayah yang sepenuhnya dapat ia kendalikan, ia rawat, dan ia kelola. Pulau kecil itu tidak lain adalah satu-satunya wilayah di mana ia dapat sepenuhnya menjadi bebas-merdeka.
Pulau kecil di tengah samudra luas-ganas itu tak ubahnya internalitas jiwa, itulah kebebasan manusia. Samudra luas dengan deras ombaknya yang ganas itu tidak lain adalah keniscayaan realitas yang tidak mungkin dapat ia kendalikan sepenuhnya. Dengan masuk ke dalam diri, seseorang memahami bahwa pulau kecil di tengah samudra luas itu sepenuhnya tergantung pada kuasa dirinya (kebebasan jiwa).
Sementara samudra luas yang menghantamnya sama sekali tidak tergantung pada kuasa dirinya, sebab menjadi bagian dari keniscayaan realitas dan peristiwa. Dengan masuk ke dalam diri, seseorang memahami bahwa ia perlu menarik garis batas. Persisnya, ia perlu menarik garis batas di antara internalitas batinnya dan eksternalitas dunia, di antara keutuhan-kebebasan jiwanya dan keserentakan- keniscayaan realitas.
Singkatnya, ia menarik garis batas di antara apa yang tergantung padanya dan apa yang tidak tergantung padanya. Kemampuan untuk menarik garis batas, merawat, mempertahankan, dan menghidupinya, inilah yang menjadi saripati dari laku askesis disiplin hasrat. Dalam bahasa Pierre Hadot, melalui askesis cara Stoa, seseorang semakin terlatih untuk menarik, menetapkan, dan mempertahankan garis batas pertahanan jiwanya; garis batas itu adalah apa yang disebut Hadot sebagai ‘benteng batin’.***
( Ringkasan tulisan: Ito Prajna N )