DEMOKRASI : ELEKTABILITAS DAN KONTROL

Oleh: Gempur Santoso

Kita patut bersyukur. Setiap kepala daerah ingin memenuhi programnya yang dibutuhkan masyarakat. Program yang dikampanyekan merupakan janji calon kepala daerah. Saat terpilih berusaha memenuhinya.

Setidaknya, janji program daerah itu, daerahnya akan tampak bersih, indah, dan teratur tertib. Rakyat menjadi sehat dan sejahtera. Tentu adil.

Janji program calon kepala daerah, bukan abal-abal. Andaikan abal-abal, dibalik itu bila terpilih akan sebagai alat penumpukan kekayaan pribadi. Korupsi. Sistem di negeri ini, bila itu terjadi, akan keciduk/diadili okeh KPK (komite pemberantasan korupsi).

Popularitas menjadi penting. Ditambah karakteristik baik, seseorang memiliki efek elektabilitas.

Tentu saja “baru” adalah merupakan budaya pilihan rakyat banyak. Seperti saat lebaran “walau murah yang penting baju baru”. Syukur, bila mahal dan baru. Murah dan mahal terkait kualitas.

Populer tak mesti elektabilitas tinggi. Kalau elektabilitas tinggi pasti telah populer.

Yang utama bukan kualitas seseorang. Tetapi, memiliki karakter baik, “baru”, dan populer adalah menjadi penting saat ingin meraih elektabilitas.

Elektabilitas merupakan banyaknya suara pilihan. Tentu para pemimpin termasuk pemimpin daerah dimenangkan oleh yang memperoleh suara terbanyak. Pilihan langsung (pilsung).

Buat apa pilsung, kalau efek daerahnya kumuh, rakyat kesulitan, terjadi ketidakadilan. Oleh karena itu, singgle majotity akan menutupi keterbukaan kemajuan daerahnya. Perlu kontrol. Lembaga kontrol.

Lembaga memiliki fungsi kontrol seharusnya juga amanah tak memerlukan dikontrol.

Termasuk pers, keterlibatan wartawan langsung diperlukan. Untuk kontrol penghambat kemajuan.

Kontrol pribadi. Sebagai orang Republik Indonesia “berkeTuhanan Yang Maha Esa”. Menyakini adanya Allah SWT. Dari dan kembali kepadaNya. Ada hidup sesudah mati.

(GeSa)