EFEKTIVITAS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Pasal 232(3) disebutkan bahwa sistem akuntansi keuangan daerah mencakup serangkaian tahapan yang dimulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran transaksi atau peristiwa keuangan. pelaporan keuangan dalam lingkup pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Peraturan ini mengatur berbagai aspek pengelolaan keuangan, termasuk transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik.Bagaimanakah tingkat efektivitas belanja daerah di Provinsi Sulawesi Selatan 2013 – 2017?

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memproyeksikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pokok tahun 2024 mencapai Rp10,466 triliun, mengalami peningkatan sebesar 3,29% dibandingkan dengan APBD Perubahan 2023 yang sebesar Rp10,133 triliun.“Kita berharap anggaran ini bisa menjadi alat pengungkit perekonomian Sulawesi Selatan hingga menurunkan kemiskinan yang saat ini masih berada pada angka 8,7% dan mengurangi stunting yang masih berada pada angka 27,2% dengan sasaran capaian 14% pada tahun 2024” Ujar PJ Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin.

Sistem penganggaran yang diterapkan di Sulawesi Selatan masih menggunakan metode line item tradisional. Cara ini berfokus pada pembuatan anggaran berdasarkan item belanja pengeluaran tertentu tanpa mempertimbangkan hasil atau dampak pengeluaran tersebut.

Adanya kecenderungan masih rendahnya kemauan untuk meningkatkan transparansi anggaran yang tercermin pada tingginya alokasi belanja aparatur dibandingkan dengan alokasi belanja publik. Koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dan DPRD sangat penting dalam proses pemantauan anggaran.

Diskusi dan masukan dari anggota dewan menjadi bagian integral dalam perencanaan dan evaluasi penggunaan anggaran, sehingga dapat mengoptimalkan hasil yang dicapai dari setiap program yang dilaksanakan.Di Provinsi Sulawesi Selatan, belanja daerah cenderung merupakan belanja tidak langsung, yaitu sekitar 69% dari total belanja.

Meskipun belanja tidak langsung dinilai efisien, namun efektivitasnya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masih dipertanyakan, terutama karena belanja langsung hanya menyumbang sedikit dan dinilai kurang efektif.

Kharisma Nur

Mahasiswi Prodi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo