FENOMENA: POLITIKUS ATAU POLITIK PRAKTIS TANPA ETIKA

Oleh: Gempur Santoso

Apenso.id – Fenomena saat ini bahwa anggota suatu partai tertentu secara terang-terangan atau tersirat masuk partai lain untuk mencalonkan atau mendukungnya.

Terpilih menjadi legislatif adalah ditentukan jumlah suara, suara terbanyak, melalui pemilu.

Terpilih menjadi pasangan presiden dan wakilnya ditentukan oleh jumlah suara, suara terbanyak, melalui pemilu.

Terpilih menjadi kepala daerah pun ditentukan jumlah suara terbanyak, melalui pemilu.

Semua itu sama. Melalui pemilu.

Kejadiannya ada saat ini. Menjadi anggota legislatif. Apabila tidak sesuai kehendak partai atau mengalami konflik dengan partai pengusung. Maka, bisa diganti, selama ini disebut pergantian antar waktu.

Tetapi di saat perjalannya. Tidak ada pergantian antar waktu dari partai pengusung untuk kepala daerah maupun presiden dan wakil.

Ketika terjadi konflik atau pertentangan dengan partainya, sebagai anggota patainya bahkan memiliki kartu anggota partai. Pernah diusung suatu partai. Bisa begitu saja meloncat ke partai lain.

Sebab partai baru tempat loncatan memberikan rekomendasi untuk syarat mencalonkan. Kita tahu rekomendasi partai sebagai syarat ketika akan mendaftar sebagai calon legislatif, calon kepala darah, maupun calon presiden dan calon wakil presiden.

Mengapa begitu? Yakni mudah pindah, mudah mendukung calon/partai lain. Barangkali memanfaatkan kesempatan walau itu meninggalkan etika. Barangkali pula, itu kesempatan meraih kekuasaan. Dan, dengan punya kekuasaan sebagai peluang untuk meraih ekonomi pribadi dan keluarga.

Secara tak langsung dengan politik praktis, tujuan utama ekonomi pribadi. Dalam meraih kemenangan. Untuk meraih kekuasaan. Jika ada perkataan “demi rakyat” perlu dipertanyakan, sangat mungkin slogan semata.

Padahal negara dan bangsa ini perlu politikus sejati, bukan sekadar politik praktis.

(GeSa)