GLEMBUK

Dicuplik dari: Bambang Hudayana, UGM

Apenso.id – Kekuatan fisik (gertak) sehingga warga tidak akan melawannya. Dalam kenyataannya warga sebenarnya tidak patuh atau kalah tetapi mengalah sebagai suatu strategi melawan secara tidak langsung. Ketika masa transisi demokrasi, dan khususnya berlangsungnya reformasi dan demokratisasi desa, kredibilitas para elit merosot tetapi kuasa warga meningkat dalam mengontrol bekerjanya pemerintahan desa, pembangunan, dan rekrutmen elit dengan melakukan aksi-aksi partisipasi dan demonstrasi.

Berbagai arena persaingan juga tidak hanya dikendalikan elit tetapi juga warga. Akibatnya, elit merubah strategi dengan mempercanggih glembuk menjadi lebih transaksional. Mereka cenderung memberikan kompensasi, hadiah, uang, dan bantuan (glembuk uang dan bantuan) kepada warga secara langsung agar memastikan bahwa keputusan politiknya didukung dan warga tidak melawan programnya.

Gejala tersebut tidak berarti bahwa warga dalam posisi tidak berdaya, karena kepentingan mereka adalah untuk mendapatkan kompensasi material dari elit yang tidak kredibel dalam menempati jabatan dan melaksanakan program. Penemuan penelitian di atas menjelaskan bahwa sumber kuasa yang paling penting bagi elit di Jawa bukan otoritas tradisional dan legal rasional, tetapi glembuk sebagai strategi politik yang dapat ditransformasikan ke dalam berbagai dinamika politik. Keberadaan glembuk tersebut membuat banyak studi dalam masyarakat dengan menggunakan model teori elit kurang tepat karena secara faktual elit pun selalu menghadapi resistensi warga baik secara langsung atau tidak langsung.***