HOMO SAPIENS- MAKHLUK BERPIKIR

By: Suryadi

Director of Education Apenso Indonesia

Homo sapiens, makhluk berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut peri kehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi, dari pertanyaan yang menyangkut sarapan pagi sampai persoalan surga dan neraka di akhir nanti.

Berpikir itulah yang mencirikan hakekat manusia dan karena berpikirlah dia menjadi manusia. Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan.

Gerak pemikiran ini dalam kegiatannya mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek yang sedang kita pikirkan. Bahasa adalah salah satu dari lambang tersebut dimana obyek-obyek kehidupan yang kongkrit dinyatakan dengan kata-kata. Dapat dibayangkan betapa sukarnya proses berpikir tersebut tanpa adanya lambang-lambang yang mengabstraksikan berbagai gejala kehidupan. Matematika yang merupakan serangkaian lambang yang pada hakekatnya mempunyai fungsi yang sama dengan bahasa.

Sejak seorang bayi mulai bisa berkata-kata, orang tuanya mulai mengajarkan bahasa, dan setelah anak cukup usia maka mulailah dia diajarkan berhitung. Yang pertama merupakan bahasa verbal dan yang kedua merupakan bahasa yang mempergunakan angka. Mempergunakan kedua bahasa itulah dia mulai berkomunikasi dengan lingkungannya.

Semua pengetahuan intelektual kita mempunyai obyek hal yang abstrak. Jiwa manusia adalah suatu kemampuan rohani, yang dihubungkan oleh kodrat dengan prinsip material dan bergantung pada indera dalam mendapatkan pengetahuan. Sebagai sesuatu yang rohani hanya dapat menggunakan hal yang obyeknya adalah rohani.

Secara umum dapat ditemukan adanya tiga taraf kebersihannya dari materi, maka juga terdapat tiga taraf abstraksi yang sekaligus membagi pengetahuan manusia ke dalam tiga golongan.

Yang pertama disebut tingkat abstraksi fisik: dengan ini kita menangkap benda-benda dari dunia yang kita alami dan disodorkan kepada pengetahuan indera. Dari benda-benda material ini disingkirkan ciri-ciri individual dan konkret. Contohnya, kuda, mangga, merah, da n lain-lain.

Proses abstraksi selanjutnya disebut taraf abstraksi matematis. Di sini konsep tidak hanya diangkat dari ciri-ciri inderani yang disebut kualitas. Yang dipertahankan adalah kuantitasnya, dan yang kemudian dipandang kuantitas ini sejauh dapat diukur. Contoh konsep matematis: lima, 1/2, 8, diagonal, segitiga, lingkaran.

Tingkat abstraksi ketiga adalah metafisis. Dalam taraf abstraksi ini, bukan hanya ciri-ciri individual dan konkret serta kualitas-kualitas inderani yang disingkirkan, tetapi juga kuantitas. Tangkapan kita sama sekali bersih dari kejasmanian, meskipun asal dan isinya tetap bergantung indera. Konsep-konsep hasil abstraksi ini yang menjadi bahan metafisika. Misalnya: sebab, hakikat, eksistensi, mengerti, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.***
( Ringkasan tulisan Homo sapiens oleh Jujun & Poespoprodjo)