KARYA ILMIAH KEWAJIBAN BUKAN SYARAT UNTUK JARINGAN BISNIS
KARYA ILMIAH KEWAJIBAN BUKAN SYARAT UNTUK JARINGAN BISNIS
Oleh: Gempur Santoso
(Desen Umaha Sidoarjo)
Salah satu sisi, berkehendak karya ilmiah bangsa Indonesia dapat tersebar secara international. Terutama kalangan kampus yang memproduksi karya ilmiah termasuk karya hak cipta.
Hal itu sampai menjadi aturan kelengkapan syarat bkd (beban kerja dosen) tiap semester. Juga bagi mahasiswa semua harus membuat karya ilmiah (skripsi/tugas akhir, tesis, ataupun desertasi) sesuai jenjang kuliahnya.
Di sisi lain. Karena menjadi aturan, maka menjadi kebutuhan masyarakat kampus. Jika tidak dipenuhi, akan memiliki efek negatif, tak menguntungkan. Menjadi syarat keharusan segala karya ilmiah akan diakui jika termuat dalam jurnal ilmiah terakreditasi atau bereputasi.
Keharusan karya ilmiah termuat dalam jurnal, menjadikan hukum pasar berlaku. Diman pasar yang besar dibanding jumlah penerbitan jurnal, hukum dagang memasang tarif harga.
Ada jurnal nasional (ber-issn). Issn= International Standard of Serial Number. Ada jurnal ber-issn terakreditasi, ada jurnal internasional, ada jurnal international bereputasi. Dan lainnya. Masing-masing memiliki tarif. Itu terjadi sangat mungkin dari kebutuhan menjadi mendekatkan antri termuat dalam jurnal terakreditasi/bereputasi.
Berbagai jurnal tingkatan akreditasi. Ada S, ada Q. Masing masing samapai S6 dan juga Q6. Semua itu menjadi ajang menjaring dana un ingintuk antri. Dan, menjadi (“bisnis”) sampai puluhan juta, walaupun harus sesuai ketentuan jurnal.
Bekerja pada bidang keilmuan (ilmiah) adalah sudah biasa dalam kalangan perguruan tinggi. Untuk meneliti secara ilmiah, maka di kampus memedomi “metodologi penelitian” (metpen). Dan, metpen juga menjadi matakuliah.
Setiap dosen dan mahasiswa pasti memiliki karya ilmiah, dalam suatu peiode. Hanya saja tersimpan.
Karena menjadi syarat kewajiban, maka mau tak mau harus diterbitkan dalam jurnal ilmiah (ber-issn/terakreditasi/ataupun breputasi international). Itulah menjadi peluang bisnis para kapitalis dalam menjaring dana.
Selain itu, penulisan buku ber-isbn pun menjadi kewajiban dosen. Diterbitkan penerbit.
Dulu, sebelum adanya kewajiban dosen menerbitkan buku. Kalau menulis buku yang diterbitkan penerbit, penulis selalu mendapat royalty dari penerbit. Setiap buku dicetak atau dicetak ulang, penulis mendapat royalty dari penerbit. Dari segi keuntungan dana, menguntungkan, penulis untung.
Kini, penerbit tak lagi memasarkan buku yang diterbitkan. Tak lagi mengeluarkan dana royalty bagi penulis. Malah terjadi sebaliknya. Penulis mencari dan mau membayar penerbit. Menerbitkan buku yang ber-isbn. Isbn= international standard of book number.
Memang saat ini belum ada bukti atau berita bahwa tulisan di jurnal merupakan temuan yg mengubah dunia. Yang banyak tulisan di jurnal sebagai literatur, ilmu untuk ilmu.
Jika pernebitan ke jurnal sengaja untuk penjaringan materi (bisnis). Didasari pola bisnis, keuntungan kebendaan. Maka, akan mengalami kesulitan pencabutan aturan karya ilmiah terpublikasi terakreditasi maupun bereputasi internasional, sebagai syarat.
Sebuah karya ilmiah yang betul dapat dipertanggungjawabkan, sesuai kaidah keilmuan. Itu, diterbitkan dimana saja tanpa syarat, tentu akan memudahkan bagi yang berkarya. Semua jurnal penerbitan diakui, yang penting ber-issn atau ber-isbn, tanpa pilih-pilih untuk syarat yg memberikan efect side bisnis, tujuan kapital semata.
(GeSa)