METODE EKSPERIMEN

By: Suryadi

Director of Education Apenso Indonesia

Metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad keemasan Islam, ketika ilmu dan pengetahuan lainnya mencapai kulminasi antara abad IX dan XII Masehi. Semangat mencari kebenaran yang dimulai oleh pemikir- pemikir Yunani dan hampir padam dengan jatuhnya Kekaisaran Romawi dihidupkan kembali dalam kebudayaan Islam.

” Jika orang Yunani adalah bapak metode ilmiah,” simpul H.G. Wells, “maka orang Muslim adalah bapak angkatnya.”Dalam perjalanan sejarah maka lewat orang Muslimlah, dan bukan lewat kebudayaan Latin, dunia modern sekarang ini mendapatkan kekuatan dan cahayanya.

Eksperimen ini dimulai oleh ahli-ahli al-kimia yang memungkinkan pada mulanya didorong oleh tujuan untuk mendapatkan “obat ajaib untuk tetap awet muda” ( elixir vitae ) dan “rumus membuat emas dari logam biasa” namun secara lambat laun berkembang menjadi paradigma ilmiah.

Metode eksperimen ini diperkenalkan di dunia Barat oleh fisuf Roger Bacon ( 1214 – 1294 ) dan kemudian dimantapkan sebagai paradigma ilmiah atas usaha Francis Bacon ( 1561- 1626 ). Sebagai penulis yang ulung dan fungsinya sebagai Lord Verulam maka Francis Bacon berhasil meyakinkan masyarakat ilmuwan untuk menerima metode eksperimen sebagai kegiatan ilmiah. Singkatnya maka secara wajar dapat disimpulkan bahwa secara konseptual metode eksperimen dikembangkan oleh sarjana Muslim dan secara sosiologis dimasyarakatkan oleh Francis Bacon.

Dewasa ini memang terdapat kecenderungan untuk memperkecil sumbangan dunia Timur terhadap timbulnya Renaisance dalam peradaban barat. Dalam buku The History of the World karangan Rene Sedillot umpamanya disebutkan bahwa warisan Islam terhadap peradaban manusia adalah “pembakaran perpustakaan dan penebangan hutan tanpa sejengkal tanah pun yang ditanami” padahal justru sebaliknya lewat terjemahan yang dilakukan pada peradaban Islam antara abad IX dan XII itulah maka filsafat Yunani bisa dibaca manusia sekarang ini.

Demikian juga pertanian di Spanyol umpamanya mendapatkan warisan peradaban Islam yang bermanfaat sampai hari ini yakni dalam bentuk sistem irigasi yang bersumber pada penghargaan bangsa Arab yang sangat tinggi terhadap air yang sangat langka di padang pasir. Kesalahan seperti ini, menurut ahli sejarah ilmu yang terkemuka George Sarton, sering disebabkan oleh sentimen nasionalisme dan prasangka yang dapat dilakukan siapa saja apakah mereka itu sarjana Muslim, Hindu atau Barat.

Pengembangan metode eksperimen yang berasal dari Timur ini mempunyai pengaruh penting terhadap cara berpikir manusia sebab dengan demikian maka dapat diuji berbagai penjelasan teoritis apakah sesuai dengan kenyataan atau tidak.***
( Sumber: Ringkasan tulisan metode eksperimen oleh Jujun)