MOTIVASI MENURUN SUMBER KECELAKAAN KERJA

Oleh: Gempur Santoso

(Gubes Ergonomi – K3, Teknik Industri, FT, UMAHA Sidoarjo)

Motivasi menurun sangat dekat akan timbul kecelakaan. Ada motivasi intrinsik yakni timbul untuk melakukan atas kemauan dari dalam diri sendiri. Juga, motivasi ekstrinsik yakni timbulnya keinginan atas pengaruh dari luar.

Motivasi menimbulkan manusia mau berbuat/bergerak. Ada harapan, ada cita-cita, ada misi, ada keinginan dan sebagainya. Akhirnya manusia akan melakukan. Bila tak ada motivasi akan diam, loyo, tak ada gairah untuk bergerak.

Mau berbuat karena ada reward/hadiah. Itu jelas motivasi ekstrinsik. Reward menjadi tujuan. Membuat terpaksa bekerja. Jika dalam keadaan terpaksa bekerja, tentu hal itu dekat dengan sering terjadinya kesalahan, bahkan kecelakaan kerja.

Kemudian, dalam melakukan sesuatu kadang berhasil kadang tidak. Saat tak berhasil berulang-ulang timbul frustasi. Bahkan frustasi berlebihan. Itu menjadi putus asa dan membuat celaka.

Frustrasi dapat membuat tidak fokus atas apa yang dikerjakan. Ketidakfokusan itu, dapat mimbulkan kesalahan bahkan kecelakaan kerja.

Oleh karena itu, anggap saja “ketidakberhasilan adalah sukses yang tertunda”. Atau, bisa juga merupakan “rambu” yang harus dihindari jalan kehidupan itu. Tidak perlu frustasi, biasa saja. Agar tidak menimbulkan kecelakaan.

Pada dasarnya, manusia bekerja di dunia agar mendapat “nafkah”. Rejeki kebendaan untuk menafkahi diri dan keluarganya. Pembiaran pada pekerjaan. Tak ada umpan balik apapun. Akan membuat tanda-tanya alias kebingungan. Tak ada kejelasan. Itu semua akan dekat timbulnya kesalahan berlarut-larut bahkan kecelakaan.

Selain itu, bekerja yang selalu diperintah lembur tanpa tambahan isentif. Tak ada ketentuan yang jelas. Dan, lembur dianggapkan sebagai bentuk loyalitas. Hal itupun membuat motivasi ekstrinsik menurun. Membuat tepakasa lembur bekerja.

Lebur bekerja akan over time dan over load. Bila itu terjadi akan membuat lelah. Jika terusan lembur bekerja, terjadi akumulasi kelelahan. Kelelahan berlebihan akan menimbulkan kecelakaan.

Setiap orang lebih suka “dipuji”. Maka seringlah memuji orang lain. Itu akan meningkatkan gairah kerja. Pujian akan menambah timbulnya motivasi kerja. Namun minta pujian, itu dilakukan orang yang tidak baik.

Sebaliknya, cacian sangat tak disukai orang. Melakukan kerja sudah benar, dicaci. Apalagi melakukan kesalahan, semakin dicaci. Jelas cacian itu akan membuat motivasi kerja menurun.

Benar dicaci, salah pun dicaci maki. Itu membuat sikap apatis dalam bekerja sebagai sumber kecelakaan.

Padahal, seharusnya ikut “handarbeni” (merasa memiliiki) suatu usaha itu. Agar perusahaan semakin maju.

Secara sosial selalu dipermalukan di hadapan umum. Akan tertekan bahkan phobia. Merasa “sakit” bila bertemu orang atau situasi kondisi yg membuat malu. Bila dalam keadaan tertekan “mersa sakit” hati, sangat dekat akan timbunya kecelakaan.

Selain itu, akan tertekan pula apabila bekerja di tempat yang panas. Itu mambuat “heat stress“. Akibat heat stress bisa cepat lelah, bisa sakit fisik, bahkan pingsan (semaput). Jelas itu adalah bentuk kecelakaan.

Ketertekanan bekerja dipengaruhi juga oleh situasi kondisi ” terpaksa”. Keterpaksaan itu, “bila tak bekerja tapi butuh nafkah, mau keluar kerja karena tak sesuai bakat, tapi cari lowongan kerja pun sulit”. Keterpaksaan itu, membuat tertekan (tekanan batin) sebagai sumber kecelakaan.

Memiliki motivasi memang harus. Termotivasi terlalu tinggi pun efek tak baik. Termotivasi tinggi akhibat provokasi, dan mengejar harta tak sesuai kapasitas bekerja, melebihi nilai ambang batas pun efek tak baik. Mecelakakan.

Oleh karenanya, seharusnya memiliki motivasi intrinsik, itu sangat penting. Bagaimana hal itu bisa ditimbulkan? Yakni bekerja untuk mendapat nafkah di dunia sekaligus mendapat amalan sebagai bekal hidup di akhirat. Niatkan bekerja untuk kemaslahatan manusia dan alam ciptaannya Tuhan. Lillahita’alah.

(GeSa)