Nahdlatul Ulama Tidak Bisa Dipermainkan Untuk Politik Praktis
Apenso.id – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama bukanlah alat yang bisa dipermainkan untuk kepentingan politik praktis. “Nah ini supaya orang politisi ini tidak mempermainkan agama. NU saja kami nggak mau dipermainkan untuk pencalonan begini-begitu, apalagi agama jangan dipermainkan,” ujar Gus Yahya di Jakarta, Senin (7/8/2023).
Pernyataan Gus Yahya tersebut menanggapi adanya klaim dari partai politik maupun politisi yang mengaku telah mendapat mandat perjuangan dari PBNU dalam kontestasi politik 2024. Gus Yahya mengaku jengkel karena NU selalu dinilai sebagai barang dagangan dalam politik praktis, termasuk klaim-klaim merepresentasikan NU. “Bahwa tidak ada calon presiden atau calon wapres atas nama NU pokoknya tidak ada,” kata dia.
Menurutnya, memang banyak warga nahdliyin yang aktif di partai politik, tetapi bukan serta-merta mewakili NU. Ia meminta agar aktor politik mengandalkan kredibilitasnya untuk meraup suara, bukan karena NU. “Siapapun calonnya itu atas nama kredibilitas masing-masing enggak ada yang atas nama NU apalagi atas nama Islam pasti tidak ada,” katanya.
PKB Bukan Representasi NU
Gus Yahya juga menegaskan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bukan partai yang merepresentasikan Nahdlatul Ulama (NU). Pengasuh Ponpes Raudlatut Thalibin, Rembang itu menekankan NU sudah memutuskan lewat forum Muktamar untuk mengambil jarak dari politik praktis. “Enggak ada, enggak ada (PKB representasi NU). NU ini sudah keputusan Muktamar untuk mengambil jarak dari politik praktis, jadi semuanya sama saja,” ujar Gus Yahya.
Gus Yahya menilai meski PKB lahir dari tokoh-tokoh NU, akan tetapi posisi PBNU kala itu sekadar sebagai fasilitator. Sebab, kata dia, ada warga NU yang memiliki aspirasi ingin membuat partai.
Ia juga mengatakan PBNU sudah tidak ikut campur lagi setelah partai itu terbentuk lantaran melepaskan diri dari politik praktis. “Sudah habis itu sudah sekarang semuanya tergantung pada upaya dari setiap aktor dan partai politik ini untuk memperjuangkan aspirasi rakyat termasuk diantaranya warga NU, Siapa yang mendapat kepercayaan? Ya silakan,” kata dia.
Sebelumnya, Gus Yahya meminta identitas agama tidak dimanipulasi menjadi senjata untuk meraih dukungan politik atau menyerang pihak lain. Praktik manipulasi semacam itu justru berpotensi menggiring agama sebagai sumber masalah. “Kita harus mencegah agama kita menjadi masalah,” katanya.
Menurut Gus Yahya, dua pemilihan umum terakhir, yakni Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 menjadi pengalaman buruk imbas penggunaan politik identitas. “Pengalaman yang sangat buruk terkait politik identitas di mana orang menggunakan agama sebagai senjata untuk mendapatkan dukungan politik guna menyerang orang lain,” ucap Gus Yahya.***
(Vin)