PEJABAT PEMERINTAHAN KABUPATEN TUBAN DAN APH DIBUAT TAK BERDAYA OLEH PENGUSAHA PASIR DI BANTARAN SUNGAI BENGAWAN SOLO
Tuban || Apenso.id – Musim kemarau merupakan musim panen bagi para pelaku tambang pasir di bantaran sungai Bengawan Solo, mereka hanya bermodal perahu, mesin diesel dan alat pengisap pasir berjenis ponton mereka sudah bisa menjadi pengusaha pasir. Aktivitas penyedotan pasir menggunakan ponton bertenaga diesel banyak dilakukan oknum masyarakat Ngadirejo.
Tak hanya terkait dengan permasalahan perizinan penambangan pasir yang ada di bantaran sungai, terkait bahan bakar minyak pun menjadi permasalahan yang tak terpisahkan karena asal usul serta legalitas bahan bakar untuk mesin penyedot pasirnya pun turut dipertanyakan apakah memakai BBM bersubsidi atau pakai dexlite atau juga pakai solar industri.

Tak banyak lokasi tambang pasir yang memiliki perizinan resmi, namun juga tak sedikit pula tambang pasir yang ilegal tanpa izin. Sebagaimana adanya tambang pasir ilegal di sepanjang bantaran sungai Bengawan Solo, terutama yang berada di dusun Ngadirejo, desa Ngadirejo, kecamatan Rengel, kabupaten Tuban, kini marak beroperasi dengan bebasnya, perahu – perahu berjajar melakukan penyedotan dan dump truck antri menunggu giliran pengisian.

Penelusuran dilakukan oleh beberapa awak media yang diantaranya ada mediahumaspolri.com, mediakabarreskim.net, metrosurya.net, apenso.id, globalindo.net, sindoraya.com, suluhnusantara.news, rajawalinewstv.com, multimediaIndonesia.co.id, data-fakta.com, transisinews.my.id, kupaskriminal.com dan cakrabhayangkaranews.com. Ini berawal dari masyarakat yang mengeluhkan aktivitas penambangan di bantaran sungai Bengawan Solo.

Saat awak media mencoba menelusuri ke lokasi tambang pasir yang diduga ilegal disana terdapat beberapa sopir armada dump truck yang menunggu giliran pengisian material pasir, team awak media tak dijumpai sang pemilik tambang pasir dan hanya para pekerja yang sibuk memindahkan pasir dari perahu ke armada dump truck.

Meski di sekitar lokasi terdapat papan larangan tanda peringatan dari pemerintah atas pemanfaatan tanah atau masuk ke sekitar bantaran lebih tepatnya di area yang mereka buat stopel pasir, namun mereka tetep saja beroperasi seakan tidak ada larangan penambangan liar.

Kegiatan penambangan pasir di bantaran sungai Bengawan Solo selain merusak ekosistem sungai aktivitas ini juga sangat membahayakan bagi masyarakat sekitar dikarenakan efek penambangan. Penambangan menggunakan ponton merupakan jenis penambangan yang berbahaya karena selain dapat membuat runtuhnya tanggul kegiatan ini juga dapat mengakibatkan runtuhnya jembatan yang baru saja diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur, ibu Khofifah Indar parawansa belum lama ini dan menjadi kebanggaan masyarakat Kanor – Rengel (KARE).

Di sisi lain, team awak media telah mendatangi kantor balai desa Ngadirejo guna mempertanyakan dugaan keterlibatan kepala desa Ngadirejo atas aksi penambangan pasir di bantaran sungai Bengawan Solo. Namun, kepala desa sedang tidak ada di tempat dan yang hanya menemui awak media adalah sekretaris desa serta perangkat desa yang sedang tidur-tiduran di bangku kursi panjang.

Para pelaku dapat dijerat dengan Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Sesuai Pasal 158; setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak seratus miliar rupiah.
Mengingat bahaya dari penambangan liar pasir di bantaran sungai Bengawan Solo maka diharapkan kepada pihak muspika kecamatan Rengel maupun pihak Polres Tuban agar segera menertibkan penambangan liar tersebut agar tidak lagi ada kebocoran pendapatan daerah di sektor tambang, serta tidak mengakibatkan longsornya tanggul – sungai disekitar bantaran. Juga bisa berakibat mempengaruhi ekosistem sungai yang menjadi sarana dan prasarana keindahan sungai yang manfaatnya cukup banyak bagi masyarakat.***
(Berry/red)