Ponpes Langitan, Pesantren Tertua Didirikan oleh Keturunan Pangeran Sambo
Apenso.id // Suasana duka masih menyelimuti pondok pesantren Langitan, Widang, Tuban sepeninggal sang kiai KH Abdullah Munif Marzuqi pada hari Kamis (20/7/2023). Suasana maqbarah masyayikh Langitan tampak dipenuhi oleh para peziarah.
Secara bergantian, para peziarah baik santri maupun masyarakat duduk di area pemakaman para masyayikh pondok pesantren tertua di Indonesia itu. Ada yang membaca tahlil, yasin, maupun bacaan al-Quran lainnya.
KH Abdullah Munif Marzuqi termasuk pengasuh generasi keenam dengan masa pengasuhan 11 tahun, sejak sepeninggal KH. Abdullah Faqih yang wafat 2012 silam.
Tentang Pesantren
Pondok Pesantren Langitan yang terletak qdi Desa Widang, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, bisa disebut sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.
Lembaga pendidikan pesantren ini berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka. Berawal dari surau kecil tempat belajar agama, kini telah berubah menjadi lembaga pendidikan terbesar di Kabupaten Tuban.
Tidak hanya sebagai tempat belajar mengajar ilmu agama, surau kecil ini dijadikan oleh pendiri dan masyarakat sekitar untuk kawah perjuangan melawan penjajah.
Kegiatan di surau ini sudah dimulai sejak tahun 1852 M jauh sebelum Indonesia merdeka. Sehingga, usia Pondok Pesantren Langitan yang berada di Kabupaten Tuban ini diperkirakan telah berusia 171 tahun, hampir dua abad.
Kini, tidak hanya masyarakat setempat, namun ribuan santri dari berbagai daerah hingga mancanegara datang untuk menimba ilmu di pondok Langitan. Tercatat lebih dari 5000 santri mukim di sana.
Pendiri Pondok Pesantren Langitan
Pondok Pesantren Langitan dirintis oleh Hadratussyaikh KH. Muhammad Nur yang tak lain merupakan putra dari seorang kiai desa di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Berdasarkan data yang dilansir dari situs resmi Ponpes Langitan, KH. Muhammad Nur memiliki silsilah nasab keturunan Mbah Abdurrahman, atau dikenal Pangeran Sambo.
Dengan kegigihan perjuangan dan kealiman KH. Muhammad Nur, semakin banyak orang yang ingin berguru kepadanya sehingga surau kecil tersebut semakin berkembang.
Masa pengasuhan KH. Muhammad Nur hanya selama kurang lebih 18 tahun. Kemudian pesantren dilanjutkan oleh putranya, KH Ahmad Sholeh selama 32 tahun mulai tahun 1870 hingga 1902 M.
Sejak sepeninggal KH. Muhammad Nur, amanah pondok pesantren dilanjutkan oleh KH. Ahmad Sholeh yang tak lain merupakan putranya yang sangat alim dalam bidang agama.
Kemudian pada tahun 1902, KH. Muhammad Khozin, menantu dari KH. Ahmad Sholeh, meneruskan tongkat estafet kepemimpinan pondok pesantren ini selama 19 tahun dari 1902 hingga 1921 M.
Ketika KH. Muhammad Khozin wafat, peran kepemimpinan dilanjutkan oleh menantunya, KH. Abdul Hadi Zahid. Dalam kurun waktu hampir 50 tahun (1921-1971 M.)