Ringkasan Buku Berjudul Biografi Angka Nol Ditulis Oleh Charles Seife – (2) : Tak Ada Yang Dapat Dilakukan (Asal – Usul Angka Nol)
Oleh : Suryadi
Director of Education Apenso Indonesia
Kehidupan Tanpa Angka Nol
Apenso.id – Sangat sulit bagi orang – orang modern untuk membayangkan hidup tanpa angka 7 atau angka 31. Meski demikian, tetap ada masa dimana tak ada angka nol – seperti halnya tak ada angka 7 atau 31. Karena hal itu telah terjadi sejak masa permulaan sejarah manusia, maka para paleontolog harus menyusun rangkaian cerita kelahiran matematika dari kepingan – kepingan batu dan tulang. Dari kumpulan fragmen tersebut, para peneliti kemudian menemukan fakta bahwa para pakar matematika Zaman Batu jauh lebih bernyali ketimbang para pakar matematika modern: jika para pakar matematika modern menggunakan papan tulis, maka para pakar matematika Zaman Batu menggunakan serigala.
Sebuah petunjuk mengenai matematika zaman batu ditemukan pada akhir 1930 oleh seorang arkeolog, Karl Absolom. Saat menyelidiki lapisan tanah di daerah Cekoslovakia, ia menemukan tulang serigala yang diperkirakan telah berumur 30.000 tahun dengan sejumlah catatan yang dipahat pada tulang tersebut. Tak ada yang mengetahui apakah Gog, si manusia gua, menggunakan tulang itu untuk menghitung jumlah rusa yang diburunya, jumlah lukisan yang dibuatnya, atau berapa lama ia tak mandi. Hanya saja penemuan ini menunjukkan bahwa manusia purba telah menghitung sesuatu.
Sebuah tulang serigala yang digunakan di Zaman Batu setara dengan sebuah superkomputer. Oleh karena itu, nenek moyang Gog bahkan tak mampu menghitung hingga angka dua dan tentu saja tak memerlukan angka nol. Pada masa awal perkembangan matematika, manusia hanya bisa membedakan antara “satu” dan “banyak”. Seorang manusia gua hanya memiliki sebuah tombak atau banyak tombak: ia telah melahap seekor cicak atau banyak cicak. Tak ada cara lain untuk menunjukkan jumlah selain “satu” atau “banyak”. Selama bertahun – tahun, bahasa primitif berkembang dari hanya bisa membedakan antara “satu”, “dua”, dan “banyak” kemudian “satu”, “dua”, “tiga”, “banyak”, namun tetap tak memiliki istilah untuk jumlah – jumlah yang lebih besar dari itu. Hingga saat ini beberapa bahasa masih memiliki kekurangan tersebut. Suku Indian Sirriona di Bolivia dan orang – orang Yanoama di Brazil tak memiliki istilah untuk apa saja yang lebih besar dari tiga; sebagai gantinya, kedua suku ini menggunakan kata banyak.
(Bersambung)