TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUWAN
Oleh : Suryadi
Director of Education Apenso Indonesia
Kesediaan untuk menanggung setiap akibat dari perbuatan yang menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab kepada masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuhan.
Tanggung jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam. Bertanggung jawab kepada masyarakat berarti menanggung tuntutan norma-norma sosial.
Bentuk tuntutannya berupa sanksi-sanksi seperti cemoohan masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain. Bertanggung jawab kepada Tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma agama, misalnya perasaan berdosa dan terkutuk.
Di sini tampak betapa eratnya hubungan antara kata hati, moral dan tanggung jawab. Kata hati
memberi pedoman, moral melakukan, dan tanggung jawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan.
Pada tanggal 2 Agustus 1939 Albert Einstein menulis surat kepada Presiden Amerika Serikat
Franklin D Roosevelt yang memuat rekomendasi mengenai serangkaian kegiatan yang kemudian mengarah kepada pembuatan bom atom.
Alasan Einstein untuk menulis surat tersebut dimana dia mengemukakan kekhawatirannya
mengenai kemungkinan pembuatan bom atom oleh Nazi. Keputusan Einstein memilih untuk
berpihak kepada kemanusiaan yang besar. Kemanusiaan ini tidak mengenal batas geografis, sistem politik atau sistem kemasyarakatan lainnya.
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain, meskipun yang mempergunakan itu bangsanya sendiri. Sejarah telah mencatat bahwa para ilmuwan bangkit dan bersikap terhadap politik pemerintahnya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan. Mereka tegak dan bersuara sekiranya kemanusiaan memerlukan mereka. Suara mereka bersifat universal mengatasi golongan, ras, sistem kekuasaan, agama dan rintangan-rintangan lainnya yang bersifat sosial.
Einstein waktu itu memihak Sekutu karena menurut anggapannya Sekutu mewakili aspirasi kemanusiaan. Sekiranya sekutu kalah maka yang akan muncul di muka bumi adalah rezim Nazi yang tidak berperikemanusiaan. Untuk itu seorang ilmuwan tidak boleh berpangku tangan. Dia harus, memilih
sikap : berpihak kepada kemanusiaan atau tetap bungkam ?
Ada baiknya kita menyimak pesan Einstein kepada mahasiswa California Institute of Technology pada tahun 1938. Dia berkata bahwa tidak cukup bagi kita hanya memahami ilmu agar hasil pekerjaan kita membawa berkah bagi manusia. Perhatian kepada manusia itu sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis.
Pesan ini diakhiri kata-kata, ”jangan kau lupakan hal ini di tengah tumpukan diagram dan persamaan.” Sungguh suatu pesan yang patut kita renungkan karena di tengah tumpukan grafik dan rumus-rumus kadang-kadang kita lupa, semua ini untuk apa? Ternyata ilmu tidak saja memerlukan
kemampuan intelektual namun juga keluhuran moral. Tanpa itu maka ilmu hanya akan menjadi Frankenstein yang akan mencekik penciptanya dan menimbulkan malapetaka.***